Indonesia Demographic Bonus to Commemorate Industry
4.0
Sebelum menelaah bacaan ini, alangkah baiknya jika
kita membahas pengertian tiap kata yang tertera pada judul, yakni “Bonus
Demografi Indonesia Untuk Menyongsong Industri 4.0.”
Bonus
demografi adalah bonus atau peluang (window of opportunity)
yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan
yang dialaminya. Bonus
demografi merupakan suatu fenomena dimana struktur penduduk sangat menguntungkan
dari sisi pembangunan karena jumlah penduduk usia produktif sangat besar,
sedang proporsi usia muda sudah semakin kecil dan proporsi usia lanjut belum
banyak. Namanya juga BONUS, jadi harus benar-benar dapat dimanfaatkan bagi
siapa saja yang berpeluang mendapatkannya. Karena bonus demografi ini dapat
menjadi Agent of Change atau istilah lainnya adalah Engine of Growth,
khususnya bagi peningkatan perekonomian Indonesia.
Menurut guru besar demografi Universitas Indonesia
Prof. Dr Sri Moertiningsih Adioetomo,
Indonesia sudah mendapat bonus demografi mulai 2010 dan akan mencapai puncaknya
sekitar tahun 2020 hingga tahun 2030. Dengan
demikian, pada tahun 2020-2030, Indonesia akan memiliki sekitar 180 juta orang
berusia produktif, sedang usia tidak produktif sekitar 80 juta jiwa. Meningkatnya
usia produktif ini dapat menopang mereka yang berusia lebih kecil dibawah dan
lebih tua diatas mereka dengan bahasa lainnya, 10 orang usia produktif hanya
menanggung 3-4 orang usia tidak produktif.
Bonus demografi ini dapat menjadi keuntungan bagi
bangsa Indonesia jika pemerintah bersinergi dengan masyarakatnya bersama
menyiapkan generasi muda yang berkualitas melalui pendidikan, pelatihan,
pelayanan kesehatan dan gizi yang memadai, hingga penyediaan lapangan kerja. Namun,
jika bangsa Indonesia tidak mampu menyiapkan hal ini, maka akan terjadi
permasalahan, yaitu terjadinya pengangguran
yang besar dan akan menjadi beban Negara (www.bkkbn.go.id, 2009). Semuanya
harus dibarengi dengan tekad penciptaan Daya Saing dan Daya Juang
yang tangguh. Kelas produktif kita haruslah bermental positif, optimis, dan kreatif.
Jangan sampai mereka yang seharusnya produktif malah menjadi putri malu atau
bahkan benalu.
Lanjut pada istilah selanjutnya, yakni industri
4.0. Ada apa dengannya?
Kini, kita
berada di permulaan Revolusi
Perindustrian Keempat yang
akan mengubah cara manusia hidup dan bekerja. Industry 4.0 – merupakan
sebuah istilah yang pertama kali diciptakan di Jerman. Bagi negara-negara berkembang, Industry
4.0 dapat membantu menyederhanakan rantai suplai produksi, yang dalam hal
ini sangat dibutuhkan guna mengakali biaya tenaga kerja yang kian meningkat.
Revolusi perindustrian ke-empat memang masih
berkembang, namun perjalanan untuk mewujudkannya sudah dimulai. Pada revolusi
keempat ini, para pakar ramai melihat tugas hakiki manusia akan digantikan oleh
tenaga robotik, jutaan manusia terancam kehilangan pekerjaan. Revolusi
ini sudah pasti memiliki halangan sekaligus peluang. Namun, yang wajib
dipersiapkan adalah bagaimana sumber daya manusia di Indonesia dapat di
re-skill agar dapat terus memberi sumbangan energinya bagi proses produksi
nantinya.
Untuk menuju
penerapan industri 4.0 banyak hal yang perlu disiapkan saat ini. Di sela Konferensi Internasional
Pendidikan Standarisasi di Yogyakarta
pada Selasa 3 Juli 2018, Ngakan
Timur Antara (Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian) menuturkan bahwa pendidikan sumber daya
manusia menjadi faktor mutlak untuk dipersiapkan terlebih dahulu. Kemudian
infrastruktur terkait dengan digitalisasi juga harus digencarkan. Tak hanya itu
sistem logistik modern juga harus dipersiapkan.
Pertanyaan yang timbul adalah, bagaimana keadaan
Indonesia dengan bonus demografinya yang dituntut untuk mengikuti arus industri
4.0? Maka inilah tugas kita sebagai generasi muda yang menjawabnya. Banyaknya
peluang dari bonus demografi ini hanya terjadi pada tahun 2020 hingga 2030. Besar kemungkinan bonus demografi yang akan
terjadi pada 2020 tersebut akan terlewati. Maka kita harus menyiapkan mental
melewati masa krusial ini. Bagaimana kita menjadikan kelebihan ini sebagai windows
of opportunity, bukannya windows of disasters.
Sebelum memasuki perbaikan revolusi industri,
bagaimana kalau kita mulai dari merevolusi mental kita? Karena untuk
menyongsong kehidupan global tentunya membutuhkan mental yang loyal, dalam
artian tidak plin-plan atau labil. Perbaikan mental membutuhkan kerja sama
juga, bukan berarti introspeksi diri saja cukup. Pendidikan, kesehatan, akses
pelayanan sangat perlu untuk diperbaiki
tatanannya.
Sebenarnya tulisan ini hanyalah sebuah refleksi
bagi diri saya sendiri khususnya, dan bagi kita bersama. Semoga barisan kata
ini menjadi renungan yang patut di telaah secara kritis dan dibuktikan dengan
tindakan nyata, bukannya impian belaka. Jadi, tak boleh ada ruang bagi kita
para pemuda untuk OMongDOang. Kini saatnya melakukan Value Creation.
“Because Learning is by Doing.”
Komentar
Posting Komentar