SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KERAJAAN ISLAM SAMUDERA PASAI



MAKALAH

Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Islam Samudera Pasai di Indonesia



       

Disusun Oleh:
Iftitahul Aini
372016113820



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
DIVISI MANTINGAN
TAHUN 2016/2017




Daftar isi
Kata pengantar
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Tujuan Penulisan
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Sejarah berkembangnya kerajaan Samudera Pasai
2.2 Nama-nama sultan kerajaan Samudera Pasai
2.3 Sistem pendidikan pada masa kerajaan Samudera Pasai
BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Daftar pustaka




Kata Pengantar

الحمد لله عدد خلقه و رضى نفسه و زينة عرشه و مداد كلماته. أشهد أن لا إله إلاّ الله و أشهد أنّ محمد الرسول الله لا نبي بعده أمّا بعد.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga upaya penyusunan makalah ini dapat dirampungkan dan diserahkan kepada dosen pembimbing yang telah memberikan tugas ini.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman, yang membawa umatnya dari kejahiliyahan menuju alam yang penuh rahmat seperti yang kita rasakan pada saat ini.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan mengenai sejarah pendidikan di Indonesia pada masa kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudera Pasai. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya dan dapat berguna bagi penulis sendiri. Sebelumnya, mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari dosen pembimbing demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.





BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Pendidikan Islam di Indonesia merupakan warisan peradaban Islam sekaligus aset bagi pembangunan pendidikan nasional. Sebagai warisan, ia merupakan amanat sejarah untuk dipelihara dan dikembangkan oleh umat Islam dari masa ke masa. Mengingat tidak ada bangsa yang maju jika tidak melihat sejarah untuk dijadikan pelajaran. Sedangkan sebagai aset, pendidikan Islam yang tersebar diberbagai wilayah di Indonesia ini membuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk menata dan mengelolanya sesuai dengan sistem pendidikan nasional pada era globalisasi sekarang ini, dengan tidak mengubah prinsip-prinsip ke Islamannya. Dari kedua perspektif tersebut, pendidikan Islam selalu menjadi lahan pengabdian bagi kaum muslim sekaligus menjadi bagian dari sistem  pendidikan nasional.
Pendidikan Islam di Indonesia pada dasarnya bersumber dari ajaran agama yang sifatnya uuniversal. Konsisten dengan prinsip ini, pendidikan Islam akan mampu bertahan dari proses globalisasi dari masa ke masa. Prinsip universal ini menunjukkan kesanggupan untuk di satu sisi mempertahankan semangat keIslamannya, dan di sisi lain dapat dimodifikasi aspek teknisnya sesuai dengan perkembangan zaman tanpa merubah ajaran-ajaran yang ada di dalamnya. Sebagaimana dapat dilihat dalam sejarahnya, pendidikan Islam memperlihatkan variasi yang berbeda dari satu periode ke periode yang lain, dan dari satu lokasi ke lokasi yang lain dengan nilai-nilai ke Islaman yang permanen.[1]
Masa kerajaan Islam merupakan salah satu dari periodisasi perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia yang sangat panjang. Salah satu kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai, walaupun ada catatan lain yang menyebutkan bahwa kerajaan Perlak lah yang tertua di Indonesia. Namun, mengenai kerajaan Samudera Pasai inilah yang akan dibahas dalam makalah ini baik dari segi sejarahnya, nama-nama sultan yang memerintahnya, hingga pada sistem pendidikan yang berlaku pada masa itu.
1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.)    Bagaimana sejarah berkembangnya kerajaan Islam pertama di Indonesia (Samudera Pasai) ?
2.)    Siapa sajakah sultan yang memerintah di masa itu?
3.)    Bagaimana sistem pendidikan yang diberlakukan di masa karajaan Samudera Pasai?

1.3    Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat diuraikan tujuan penulisan sebagai berikut :
1)   Agar pembaca mengetahui sejarah kerajaan Samudera Pasai.
2)   Agar pembaca mengenal sultan-sultan yang memerintah kerajaan Samudera Pasai.
3)   Agar pembaca mengetahui sistem pendidikan yang diberlakukan pada masa kerajaan Samudera Pasai






BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Sejarah berkembangnya kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai yang terletak di pesisir Timur Laut Aceh, yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Lhokseumawe atau Aceh Utara. Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7 sampai 8 M, dan seterusnya.[2]
Pendapat bahwa Islam sudah berkembang disana sejak awal abad ke -13 M, didukung oleh berita Cina dan pendapat Ibnu Batutah, seorang pengembara terkenal asal Maroko, yang pada pertengahan abad ke -14 M (tahun 746 H / 1345 M) mengunjungi Samudra Pasai dalam perjalananya dari Delhi ke Cina. Ketika itu Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik Al Zahir, putra Sultan Malik Al Shaleh. Malik Al Zahir dengan hangat menghibur Ibnu Batutah dan rombongan kawan-kawannya, yang terletak beberapa mil disebelah hulu sungai dari pemukiman pelabuhan. Menurut sumber-sumber Cina, pada awal tahun 1282 M kerajaan Samudera mengirim kepada Raja Cina duta-duta yang disebut dengan nama muslim yakni Husain dan Sulaiman.[3] Dari keterangan Ibnu Batutah, pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
1. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqih mazhab Syafi’i.
2. Sistem pendidikannya secara informal berupa majelis ta’lim dan halaqoh.
3.  Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama.
4. Biaya pendidikan bersumber dari negara.[4]
Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid menghadap guru.[5]
Kerajaan Samudera pasai mengalami kejayaannya pada masa pemerintahan Al Malik Al Zahir II. Setelah beliau wafat digantikan oleh putranya yang bernama Mansur Malik Al Zahir dan seterusnya secara turun menurun. Kerajaan Samudra Pasai adalah sebuah kerajaan maritim. Dalam kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritim ini tidak mempunyai basis agraris. Basis perekonomiannya adalah perdagangan dan pelayaran. Kerajaan Islam Samudra Pasai berlangsung sekitar tiga abad (244 tahun), yakni dari tahun 1280-an sampai dengan 1524 M.[6]
Ada dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat Islam mudah berkembang di Aceh, yaitu:
1.      Letaknya sangat strategis dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan Tiongkok.
2.       Pengaruh Hindu-Buddha dari kerajaan Sriwijaya dari Palembang tidak begitu mengakar kuat dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dengan Aceh cukup jauh.[7]
Sedangkan Hasbullah mengutip pendapat Prof. Mahmud Yunus, memperinci faktor-faktor yang menyebabkan Islam dapat cepat tersebar di Indonesia, antara lain:
1.      Agama Islam tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya bahkan mudah ditiru oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup dengan mengucapkan dua kalimat syahadat saja.
2.      Tugas dan kewajiban Islam sadikit.
3.      Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
4.      Penyiaran Islam dilakukan dengan cara bijaksana.
5.      Penyiaran Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah (rakyat jelata) dan golongan atas.[8]

2.2    Nama-nama sultan kerajaan Samudera Pasai
Mata uang dirham dari Samudera Pasai menjadi bukti yang menunjukkan sejarah raja-raja pasai. Sebab, mata uang tersebut menerangkan nama-nama Sultan beserta dengan lamanya masa mereka memerintah kerajaan Samudera Pasai.
Pada tahun 1973, ditemukan sebelas mata uang dirham, di antaranya ada yang memuat nama Sultan Muhammad Malik al-Zahir, Sultan Ahmad, dan Sultan Abdullah. Semuanya adalah raja-raja Samudera Pasai pada abad ke 14 dan ke 15. Secara berturut-turut, kerajaan Samudra Pasai diperintah oleh raja-raja / sultan dengan nama-nama sebagai berikut:
- Sultan Malik al-Saleh (1292 – 1297)
- Sultan Muhammad Malik al-Zahir (1297 – 1326)
- Sultan Mahmud Malik al-Zahir (1326 – 1345)
- Sultan Manshur Malik al-Zahir (1345 – 1346)
- Sultan Ahmad Malik al-Zahir (1346 – 1383)
- Sultan Zainal Abidin Malik al-Zahir (1383 – 1405)
- Sultanah Nahrasiyah (1405 – 1420)
- Sultan Abu Zaid Malik al-Zahir (1420 – 1455)
- Sultan Mahmud Malik al-Zahir (1455 – 1477)
- Sultan Zain al-Abidin (1477 – 1500)
- Sultan Abudullah Malik al-Zahir (1501 – 1513)
- Sultan Zain al-Abidin (1513 – 1524).[9]

2.3    Pola Pendidikan Islam Masa Kerajaan Samudera Pasai
a.       Metode awal penyiaran islam
Menurut Muhammad Yunus, pedagang-pedagang muslim dahulu memegang teguh ajaran Islam, dan diamalkan. Sambil berdagang, mereka menyiarkan agama Islam kepada orang-orang disekelilingnya. Dimana ada kesempatan, mereka berikan pendidikan dan ajaran agama Islam. Bukan saja dengan perkataan, melainkan juga dengan perbuatan. Didikan dan ajaran Islam mereka berikan dengan perbuatan, dengan suri tauladan. Mereka berlaku sopan santun, ramah tamah, tulus ikhlas, amanah dan menjaga kepercayaan, pengasih dan pemurah, jujur dan adil, menepati janji, serta menghormati adat istiadat anak negeri. Pendeknya, mereka berbudi pekerti yang tinggi dan berakhlak mulia. Semua itu berdasarkan cinta dan taat kepada Allah sesuai dengan didikan dan ajaran Islam.
Proses penyiaran pendidikan Islam ini telah berlangsung lama semenjak abad ke-1 H / ke 7 M, sejalan dengan awal masuknya agama Islam, sehingga muncullah komunitas muslim, yang merupakan pembauran (asimilasi) antara masyarakat pendatang (muslim) yang notabenenya adalah para pedagang sekaligus da’i dengan masyarakat lokal (Samudra Pasai).
Namun, tampaknya proses penyiaran (pendidikan) Islam tersebut kurang berlaku efektif. Terbukti hampir 6 abad lamanya proses penyiaran pendidikan itu berlangsung, yaitu antara abad ke-7 hingga awal abad ke-13, tetapi belum menuai hasil yang prestisius dan menggembirakan.
Atas dasar fakta tersebut, diubahlah metode penyiaran pendidikan tersebut, yakni dengan mengadakan pendekatan secara langsung dengan pimpinan masyarakat atau kepala suku. Melalui Merah Silu -yang kemudian setelah beragama Islam bernama Sultan Malik Al Saleh- inilah Islam mulai berkembang pesat di Samudra Pasai.
b.      Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan yang berlaku pada masa Kerajaan Samudra tentu tidak seperti zaman sekarang ini. Sistem pendidikan yang berlaku pada saat itu lebih bersifat informal, yang berbentuk majlis ta’lim dan halaqah. Namun demikian, komponen-komponen pendidikan yang ada pada masa Samudera Pasai pada waktu itu, tidak jauh berbeda dengan komponen-komponen pendidikan yang ada sekarang ini. Hanya saja bentuk dan jenisnya masih sederhana. Namun demikian, secara substansial proses pendidikan dapat berjalan dengan sangat baik. Komponen-komponen pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Pendidik dan peserta didik
Pada saat itu yang menjadi pendidik atau guru adalah mereka para saudagar yang sekaligus merangkap sebagai da’i yang berasal dari Gujarat dan Timur Tengah. Mereka antara lain adalah Syekh Ismail dan Syekh Sayid Abdul Aziz. Demikian pula para Sultan Kerajaan Samudera Pasai. Mereka ikut mengajarkan dan menyebarkan ajaran Islam kepada segenap rakyatnya.
Adapun peserta didik pada saat itu adalah tidak dibatasi usianya, melainkan dari semua usia, yakni mulai dari anak-anak hingga dewasa (usia lanjut). Tidak terbatas pada kalangan tertentu, melainkan dari berbagai kalangan, mulai dari rakyat biasa / jelata sampai dengan sultan atau raja.
2.      Materi Pendidikan
Materi pendidikan Islam yang pertama kali diberikan pada peserta didik adalah “Dua Kalimah Syahadat”. Ucapan itu dilakukan meskipun dengan bahasa sendiri. Setelah mereka mengucapkan dua kalimah sahadat yang berarti telah masuk Islam barulah mereka diberikan pelajaran selanjutnya, yaitu membaca Al-Qur’an, dan cara melaksanakan shalat. Materi yang diajarkan yaitu, pengajian kitab-kitab fiqh yang bermadzhab imam Syafi’i, seperti: takrb, sulam taufiq, bahkan terdapat pula pengajian yang dilakukan secara berkala pada setiap selesai shalat jum’at berupa pengajian kitab-kitab yang lebih tinggi tingkatannya, yaitu kitab Ihya Ulumuddin, Al Um, dan lain-lain. Materi Al-Qur’an yang diajarkan untuk tingkatan yang sudah bisa membaca huruf Arab adalah berupa pengajian Tafsir Jalalain. Selain materi tersebut, sudah barang tentu para Syekh mengajarkan tentang Akidah dan Akhlaq.
3.       Tujuan Pendidikan
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada saat itu adalah belajar untuk menuntut ilmu sehingga dapat memahami, menguasai, dan mengamalkan ajaran islam yang sudah diperoleh dari sang guru. Lebih dari itu, mengembangkan ajaran Islam tanpa pamrih, dengan kata lain tidak berorientasi pada materi melainkan berorientasi semata-mata menuntut ilmu adalah ibadah karena Allah.
4.      Biaya Pendidikan
Mereka belajar dan mengajar semata-mata ikhlas karena ingin mendapat ridha dari Allah swt. Mereka belajar untuk menuntut ilmu. Mereka mengajar untuk menyiarkan dan menyebarkan kalimat Allah. Oleh karena itu, mereka (pengajar) tidak mengharapkan imbalan berupa materi.
 Kendatipun demikian, masyarakat tentu memahami dan mengerti akan kebutuhan-kebutuhan para Syekh yang notabenenya adalah manusia yang tetap membutuhkan makan dan minum serta tempat untuk berteduh. Oleh karena itu, secara sukarela masyarakat tentu mengeluarkan berbagai macam hadiah atau pemberian kepada para guru tersebut, terutama dalam bentuk hasil pertanian, jamuan-jamuan dan sebagainya. Yang paling penting lagi adalah bahwa pendidikan pada saat itu dibiayai oleh negara atau kerajaan, sehingga masyarakat secara resmi tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar guru.
5. Waktu Dan Tempat Belajar
a. Tempat belajar
Secara umum, pengajar-pengajar Islam dahulu malaksanakan penyaiaran Islam dimana saja nereka berada, dipinggir kali sambil menanti perahu pengangkut barang, di perjamuan di waktu kenduri, dipadang rumput tempat gembala ternak, di tempat penimbunan barang dagangan, di pasar-pasar tempat berjual beli, dan lain-lain. Disitulah mereka memberikan didikan dan ajaran Islam dan disanalah orang-orang menerima didikan dan ajaran Islam. Semuanya dilakukan dengan penyampaian yang dimengerti oleh masyarakat lokal, sehingga mudah pula orang memperoleh didikan dan ajaran Islam. Adapun secara khusus tempat-tempat pembelajaran dilakukan dirumah-rumah, masjid, surau, rangkang, dan pendopo istana.
b.      Waktu belajar
Waktu yang digunakan untuk mempelajari dan mengajarkan pendidikan sesungguhnya tidak mengikat. Karena pendidikan dapat berjalan kapan dan dimana saja. Pendidikan dapat berlangsung pagi hari, siang hari, sore hari atau bahkan malam hari. Namun secara khusus terutama yang terjadi dikalangan kesultanan, waktu-waktu belajar dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Siang hari khususnya setelah shalat jum’at
2. Sore hari (ba’da ashar)
3. Malam hari (ba’da maghrib / isya) Adapun metode yang digunakan, khususnya dikalangan istana adalah diskusi.[10]






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Dari beberapa sumber yang menjelaskan mengenai sejarah kerajaan Samudera Pasai, kebanyakan adalah yang menyebutkan bahwa Samudera Pasailah kerajaan yang tertua di nusantara. Kerajaan Samudera pasai mengalami kejayaannya pada masa pemerintahan Al Malik Al Zahir II. . Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu pengetahuan.
            Mengenai pendidikan pada masa kerajaan Samudera Pasai, Sistem yang berlaku pada saat itu lebih bersifat informal, yang berbentuk majlis ta’lim dan halaqah. Tidak seperti sistem pendidikan sekarang yang lebih formal, dan hanya berorientasi kepada ijazah yang akhirnya menyebabkan peserta didik kurang ikhlas dalam menuntut ilmu. Begitu pula para pendidik zaman sekarang yang hanya menjadikan pendidikan dan pengajaran sebagai sebuah pekerjaan demi mendapatkan materi.  Dapat dilihat dari sistem pendanaan bagi pendidikan yang pada saat itu dibiayai oleh negara atau kerajaan, sehingga masyarakat secara resmi tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar guru.
            Masyarakat pada masa itu melakukan aktivitas belajar dan mengajar semata-mata ikhlas karena ingin mendapat ridha dari Allah swt. Mereka yang belajar berniat hanya untuk beribadah menuntut ilmu. Sementara pengajar, mereka berorientasi pada penyiaran dan penyebaran kalimat Allah. Oleh karena itu, mereka (pengajar) tidak mengharapkan imbalan berupa materi, yang jika dibandingkan dengan masa kini yang malah menjadikan pendidikan sebagai lahan untuk berbisnis.






Daftar pustaka

Rahim, Husni,  Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos, 2001)

Uka, Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), hal. 3. Dilihat dalam Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 205.

H. J. de Graaf, Islam di Asia Tenggara sampai abad ke-18, dalam Azyumardi Azra (Ed.), Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989) hal. 3. Ibid, hal.207.

M.Ibrahim, Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Jakarta : CV. Tumaritis, 1991), hal. 61.

A. Mustofa, Abdullah, 1999: 53

Rofi Sofyan, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Yogyakarta: Deepublish, 2016) hal. 5



Al-Idrus, Penyebaran Islam. Hal. 42-43. Dilihat dari http://www.blog-guru.web.id/2012/09/pendidikan-islam-di-indonesia-sejarah.html










[1] Rahim, Husni (2001), Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Logos.
[2]Uka, Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), hal. 3. Dilihat dalam Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 205.
[3] H. J. de Graaf, Islam di Asia Tenggara sampai abad ke-18, dalam Azyumardi Azra (Ed.), Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989) hal. 3. Ibid, hal.207.
[4]Al-Idrus, Penyebaran Islam. H. 42-43. Dilihat dari http://www.blog-guru.web.id/2012/09/pendidikan-islam-di-indonesia-sejarah.html
[5] Ibid hal. 43
[6]M.Ibrahim, Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Jakarta : CV. Tumaritis, 1991), hal. 61.
[7] A. Mustofa, Abdullah, 1999: 53
[8] Rofi Sofyan, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Yogyakarta: Deepublish, 2016) hal. 5
[9]http://ridwanaz.com/islami/sejarah-islam/sejarah-agama-islam-di-indonesia-kerajaan-sumadera-pasai/
[10]http://oktanovia-berwandi.blogspot.co.id/2013/10/pendidikan-islam-pada-masa-kerajaan.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BENANG MERAH ANTARA SUFISME DAN MODERN-SEKULER